Thursday, September 15, 2016

Krisis Masalah Perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia

- 0 komentar
Perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas, belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. melalui Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), badan formal bilateral. Permasalahan lain antarkedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati kedua negara. 

Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia. Masalah dengan Singapura adalah mengenai penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yang telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengakibatkan dikeruknya jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan. Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari. Salah satu isu perbatasan yang harus dicermati adalah belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas yang dilakukan melalui Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC). 
Masalah perbatasan dengan Australia adalah penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor yang perlu dilakukan secara trilateral bersama Timor Leste. Sedangkan perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI- Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Dengan Papua Nugini, kendala kultur dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian antara kedua negara. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar-penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari. Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Dengan Vietnam, perbedaan pemahaman di kedua negara mengenai wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil yang memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua. Sejauh ini kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE. Republik Palau dengan ZEE Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua pihak. 
Masalah di perbatasan kedua negara adalah sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan. Hal ini dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Di samping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari. 
Pendefinisian Batas wilayah Negara dari sumber yang dapat dikutip adalah batas-batas imajiner pada permukaan bumi yang memisahkan wilayah negara dengan negara lain yang umumnya terdiri dari perbatasan darat, laut dan udara. Di dalam hukum internasional berdasarkan Treaty Montevideo 1932, diakui secara politik dan secara hukum bahwa minimal terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi untuk berdirinya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat yaitu:
  1. rakyat atau penduduk;
  2. wilayah;
  3. pemerintahan;
  4. pengakuan dari dunia internasional serta dapat melakukan hubungan dengan negara-negara lainnya (ini tidak mutlak). 
Kalau tidak ada pun tidak menyebabkan sebuah negara itu tidak berdiri Wilayah sebuah negara itu harus jelas batas-batasnya, ada batas yang bersifat alami, ada batas-batas yang buatan manusia. Batas yang bersifat alami, misalnya sungai, pohon, danau, sedangkan yang bersifat buatan manusia, bisa berupa tembok, tugu, termasuk juga perjanjian-perjanjian internasional. Batas-batas tersebut kita fungsikan sebagai pagar-pagar yuridis, pagar-pagar politis berlakunya kedaulatan nasional Indonesia dan yurisdiksi nasional Indonesia. 
Sebuah negara diakui merdeka dan berdaulat atas wilayah tertentu yang dalam hukum internasional disebut "A defined territory" atau batas wilayah tertentu yang pasti. Terkait dengan persoalan penentuan luas wilayah negara, didasarkan pada faktor-faktor tertentu yaitu: dari segi historis, politis, atau hukum. 

Begitu juga perubahan yang terjadi atas wilayah-wilayah, seperti berkurang, bertambah, faktor-faktor yang menentukan adalah faktor politis dan faktor hukum, seperti hilangnya Pulau Sipadan-Ligitan. Masalah perbatasan menunjukkan betapa urgensinya tentang penetapan batas wilayah suatu negara secara defenitif yang diformulasikan dalam bentuk perundang-undangan nasional, terlebih lagi bagi Indonesia, sebagai negara kepulauan yang sebagian besar batas wilayahnya terditi atas perairan yang tunduk pada pengaturan ketentuan-ketentuan Hukum Laut Internasional dan sisanya berupa batas wilayah daratan dengan negara-negara tetangganya. Perbatasan bukan hanya semata-mata garis imajiner yang memisahkan satu daerah dengan daerah lainnya, tetapi juga sebuah garis dalam daerah perbatasan terletak batas kedaulatan dengan hak-hak kita sebagai negara yang harus dilakukan dengan undang-undang sebagai landasan hukum tentang batas wilayah NKRI yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. 

Oleh karena itu pengaturan mengenai batas wilayah ini perlu mendapat perhatian untuk menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia. Jelasnya batas wilayah NKRI sangat diperlukan untuk penegakan hukum dan sebagai wujud penegakan kedaulatan. Sebab itu UU ini sangat penting untuk dapat diselesaikan oleh DPR. Undang-undang ini harus memuat apa konsep NKRI, batas kedaulatan nasional, apa yang merupakan yurisdiksi nasional, dan apa pula yang menjadi kewajiban-kewajiban internasional yang harus dipatuhi, harus memuat definisi yang jelas tentang batas, perbatasan, wilayah perbatasan dan tapal tapal batas wilayah, siapa yang dikenakan kewajiban menjadi leading sector dalam implementasi undang-undang batas wilayah NKRI ini.
[Continue reading...]

Sunday, September 11, 2016

I AM BACK AGAIN

- 0 komentar
Mohon Maaf kepada para pembaca sekalian,
blog ini sempat vakum karena suatu hal
mulai sekarang saya akan kembali menulis di blog ini
thankz before

[Continue reading...]
 
Copyright © . READ THIS ! ! ! - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger